Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Saat yang Hilang Pulang

 


Saat yang Hilang Pulang

Penulis :

Claresta Aqila Ahza Dhana, Dealova Rahmadian Saba, Fadhil Ahmad, Fatimah Zahra Assyifa’, Naura Husna Annida, Firman Rizki Fitriano, Humaira Azalia Sasi Ramadhanesya, Iklil Jalu Pmbd, Mazaya Salsabila, Vinno Desvialdo Ahmad, Zara Zaina Fazia, Rezky Faiz Ihzana, Agung Candra Saputra, Fadlil Nurvian, Dinara Rizki Fitria, Finna Alyza Aulia Adiarini, Hafidz Maulana H., Haydar Zuheidi Halim, Maydina Putri Damayanti, Melati Nur Alifia Putri Wicaksana, Muhammad Ario Adi Nugroho, Nayla Putri Yuantika, Quinsha Anevay Jacinda, Rasyid Jalaludin

Tebal : 306 hlm

Ukuran : 14,5 x 20,5 cm

Harga : 99.000

QRCBN : 62-250-5780-197



Menulis merupakan salah satu keterampilan yang perlu diasah terus menerus. Selain itu, menulis juga meningkatkan kreativitas seseorang. Kumpulan Cerpen “Saat yang Hilang Pulang” merupakan kumpulan beberapa cerita pendek karya murid terbaik SMP Islam Al Azhar 46 Pati. 


Teman, Inilah Aku

Oleh: Claresta Aqila Ahza Dhana

Ruang kelas begitu riuh dengan suara murid berbincang, murid - murid perempuan sibuk menyebar gosip yang masih panas dan beberapa murid laki laki sibuk membicarakan pemain sepak bola favorit mereka. Ada juga beberapa dari mereka yang lebih memilih untuk bermain dengan barang - barang seadanya dan beberapa murid lainnya lebih tertarik untuk fokus dengan dunia mereka sendiri. 

Di meja pojok belakang kelas, terlihat seorang murid dengan tinggi rata rata, badan kurus, dan wajah yang tak begitu dikenal tertidur di bangkunya. Dari semua hal yang bisa dilakukan sembari menunggu guru masuk, dia lebih memilih tidur dan berfantasi di dalam mimpinya? Benar, itu aku, Rappa Argantara yang saat ini masih kelas 9 SMP. Aku baru pindah ke sekolah ini beberapa bulan lalu dan aku masih belum dikenal banyak orang, meskipun sebetulnya aku tidak ingin terlalu dikenal karena aku tak pandai bergaul. Eh, atau aku saja yang tidak mau mencoba bergaul? Tidak, lupakan saja, itu bukan hal yang menarik untuk diceritakan. 

Di tengah hiruk pikuk kelas yang sumbang, aku terbangun dari skenario di mimpiku, meninggalkan dunia yang indah dan damai. Saat itu suasana di kelas terasa lebih sepi dibanding sebelumnya. Aku mengusap mataku dan melihat ke depan. Ah, rupanya pelajaran sudah dimulai.

“Pelajaran bahasa hari ini penugasan, ibu mau ada rapat.” Ucap Bu Lia membuat semangat para murid menjulang lebih tinggi.

“Tulis rencana masa depan kalian, seperti di mana kalian lanjut SMA dan jurusan yang kalian pilih atau semacamnya minimal dua paragraf lalu kumpulkan di meja saya,” jelas Bu Lia.

[Apa ini? Rencana masa depan? Yang benar saja! Kok membosankan banget sih? Aku sudah berharap buat pelajaran Bahasa hari ini karena ini satu-satunya mata pelajaran yang aku bisa, loh! Duh, mood-ku langsung hilang] aku menggerutu dalam hati.


Banas Pati

Oleh: Nayla Putri Yuantika

Mah, laper nih.” Ucapku ke mama yang sedari tadi asyik dengan ponselnya. 

“Kamu mau makan apa, Kak?” tanya mama masih dengan meihat ponselnya. 

“Apa ya, gimana kalau kita ke luar saja?”

“Ide bagus, ayokk!” tanpa basa-basi mama langsung mengambil kunci mobil.

Jalanan di pusat kota masih terlihat ramai oleh penjual yang menawarkan dagangannya. Setelah berputar kesana kemari akhirnya mama berhenti di sebuah kedai dekat alun-alun kota. 

“Warung Pak Dirman tumben tidak buka, Pak?” tanya mama ke bapak penjual lontong sayur.

“Ini malam Juma’at Kliwon mbak. Sebenarnya pantangan bagi orang-orang untuk berjualan.”

“Owalah pantes sepi ya pak malam ini.”

Waktu pas perjalanan mau nyari makan di tempat lain pak Sopo ngerasa mobil nya di naiki itu nggak enak.

“Eh kayak nya mobil ban nya bocor,” ucap Pak Sopo.

“Yaudah berhenti dulu pak takut nya nanti kenapa napa.”

“Ya bu baik!”

Pak Sopo langung bergegas turun dari mobil untuk mengecek sebelah mana yang bocor setelah turun dari mobil pak sopo memeriksa ban nya satu satu ternyata ban yang belakang yang bocor.

“Oh, ternyata ini yang bocor!” yang bocor ban belakang sebelah kanan.

“Penyebabnya apa ya pak kok bisa bocor?” ucap mama.

“Ini sepertinya bannya tertusuk paku.”

“Berbahaya juga ya pak,” ucap mama.

“Apa bapak bisa perbaikinya sendiri pak?”

“Tenang saja bu, saya sudah memebawa semua alat untuk mengganti ban itu.”

Kakak dan mamah berdiri di samping mobil nungguin Pak Sopo mengganti ban yang bocor tadi.

“Ma, kalau ini ban nya sudah di ganti kita mau kemana lagi ya, Ma,” tanya kakak ke mama.

“Mungkin kita bisa makan di tempat lain,” jawab mama sambil melihat sekelilingnya.

Setelah beberapa menit, pak sopo berahasil benerin ban bocor tadi.


Saat yang Hilang Pulang

Oleh: Quinsha Anevay Jacinda

Hei, apa kalian tahu rumor tentang terowongan yang bisa mengabulkan apa saja?”

“Apa itu?”

“Konon katanya kalau kamu masuk ke dalam terowongan itu, keinginanmu akan terwujud. Tapi sebagai gantinya kamu akan menua 100 tahun.”

“Keren! Apa nama terowongan itu?”

“Terowongan Cahaya!” ujar sekelompok perempuan di kelasku. 

Seketika aku terbangun dari tidurku di jam istirahat. Entah sejak kapan aku menjadi susah bergaul dengan orang lain. Rintik-rintik kecil berubah menjadi deras, dan aku berdiri di bawah langit kelabu. Aku hanya bisa menghela napas mengingat payungku tertinggal, memaksaku segera kembali ke rumah. Setiap hujan turun, aku selalu berlindung sendirian di stasiun kecil ini, namun kali ini ada seorang lelaki yang tampaknya sedang menunggu bus datang.

“Apa?” ucapku, karena ia terus melihatku.

“Bukan apa-apa.” Sautnya.

“Kamu terlihat tidak terbiasa di sini. Tenang saja, bus akan datang sebentar lagi.”

“Mau pakai payungku?” tanyanya melihat pakaianku yang basah kuyub.

“Tidak perlu, lagipula nanti kau pakai apa?” tanyaku.

“Pakai saja, aku bawa cadangan.”

“Kalo begitu beri aku nomormu.”

Kita pun bertukar kontak. Owen adalah nama yg pertama kali muncul saat aku menyimpan nomornya.

“Laurie ya? Aku akan menghubungimu dan mengembalikan payung ini. Terima kasih banyak.” Ucapnya sembari masuk ke dalam bus yang sudah datang.

Aku pun segera pulang ke rumah seperti biasa.

Keesokan harinya, aku kembali melangkah menuju sekolah seorang diri. Bukan hal baru bagiku, mengingat aku memang tak punya banyak teman di sini. Pelajaran pertama dimulai, tapi pikiranku justru melayang ke luar jendela. Aku memperhatikan burung-burung kecil berkicau riang di antara dahan-dahan pohon, seakan mereka terlihat bebas tanpa peduli dunia. Namun, lamunanku buyar ketika suara guru menggema di seluruh kelas. Aku mengalihkan pandangan ke depan, dan tak disangka, seorang murid baru berdiri di sana, ia adalah Owen. Guru memintanya menempati bangku tepat di seberangku.

“Kita ternyata bertemu di sini, seharusnya kita tidak perlu repot-repot bertukar nomor kemarin.” Ucapnya.

“Apa-apaan ini? Kalian pernah bertemu sebelumnya?” tanya teman-teman di kelas, namun kuhiraukan. Pelajaran pertama pun dimulai. Semua orang di kelas terlihat masih bertanya-tanya apakah kita saling mengenal atau tidak. Namun tentu saja aku tidak terlalu memikirkannya. Tanpa disadari jam istirahat pun tiba. Seketika Owen dikeroyok oleh sekelompok perempuan dan ditanyai berbagai macam hal oleh mereka. Mereka memang sering begitu ketika kedatangan siswa baru. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640