Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Sendunya Sunglon (Sungguh Lonely) di Ujung Jembatan

 



“Sendunya Sunglon (Sungguh Lonely) di Ujung Jembatan”

 

Di atas jembatan kayu yang menghubungkan dua dunia: hutan yang akrab dan lembah yang asing, seekor monyet duduk sendiri. Ia tak berkata apa-apa, hanya memandangi garis cakrawala yang menari di balik gunung.

Bukan karena ingin meloncat. Tapi karena sedang mencari jawaban. Atau mungkin hanya ingin diam.

Ia teringat suara tawa yang pernah mengisi hutan, jejak langkah di tanah basah saat pagi, dan secangkir kopi kenangan yang tak sempat habis. Kini semua hening. Yang tersisa hanya bayangannya sendiri dan waktu yang berjalan lambat.

“Hari ini sepi, ya,” gumamnya lirih, entah kepada siapa.

Bukan karena tak punya teman. Tapi karena teman yang dulu biasanya duduk di sebelah, hari ini sedang tak bisa ada di sana. Dan mungkin besok pun tidak.

Tapi meski sendiri, si Sunglon tidak sepenuhnya sedih.

Ia membuka buku kecil di sampingnya. Bukan untuk menulis puisi, tapi untuk menggambar. Merekam apa yang ia lihat, dan terutama: apa yang ia rasa.

Karena meski sendiri, ia tahu—rasa itu akan menemukan jalan pulangnya. Entah lewat gambar, entah lewat kenangan, atau... lewat hati yang pernah dipeluk diam-diam oleh mata yang mengerti.

Sunglon menatap langit yang mulai jingga. Ia menarik napas panjang, lalu… bersin.

“Duh, masuk angin,” gumamnya, sambil melirik jaket yang dulu dipinjam tapi gak pernah dikembalikan. Dari siapa? Entahlah. Bahkan monyet bisa punya utang budi.

Ia lalu berdiri, ragu-ragu. Di satu sisi, lembah itu tampak sepi dan menyedihkan. Di sisi lain, ada suara keresek dari arah semak-semak.

“Kayaknya ada gorengan…” pikirnya penuh harap.

Langkahnya goyah.

Antara mencari arti hidup, atau mengejar tempe mendoan.

“Yang penting jangan mendoan hatiku juga,” katanya sambil cekikikan sendiri.

Ia ingat sesuatu. Buku kecil di sampingnya terbuka, menampilkan sketsa wajah temannya—sedikit jelek sih, tapi penuh cinta.

“Ah, ini belum selesai,” katanya, lalu duduk lagi.

Bukan karena ilham, tapi karena capek naik ke atas jembatan itu tadi. Dan sambil menatap cakrawala, Sunglon akhirnya sadar…

Kadang hidup memang penuh galau.

Kadang juga penuh gorengan.

Tapi yang paling penting—ada yang bisa dikenang. Bahkan dari hal yang tampaknya receh.

 

SELESAI

 

Pesan moralnya?

Bahkan di antara galau dan gorengan, ada kenangan yang tak sengaja jadi abadi. Kadang yang sederhana, yang absurd, justru yang paling bikin hangat dan lucu untuk dikenang.


Tentang Penulis

Aufa Nasihat Innisa atau yang kerap di panggil Nisya Nasihat, penulis muda yang memadukan absurditas dan kelembutan dalam satu tarikan nafas. Ia menuturkan kisah-kisah kecil yang sering luput, tapi menyimpan makna besar. Lewat Piscong, ia mengahdirkan tawa dan pesan moral dalam satu bingkai cerita, jenaka, hangat dan penuh penerimaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640